Dalam Pertemuan Tugas
Softskill yang terakhir untuk
smester kali ini yaitu membahas salah
satunya yaitu mengenai tentang Undang-Undang Perindustrian. Yang akan dibahas
dalam Undang-Undang Perindustrian ini yaitu:
1. Pengertian
2. UU
3. Tujuan
4. Manfaat
5. Keuntungan/Kekurangan
6. Studi
Kasus
Berikut Materi yang
akan diuraikan:
1.
Pengertian
Pengertian
Industri
Menurut
UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Bahan
mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang
diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas
untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk
industri besi dan baja.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Barang
setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk
industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
Barang
jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir
ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel,
semen, dan bahan bakar.
Rancang
bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan
pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
Perekayasaan
industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan
pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.
2.
UU
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan pembangunan nasional
adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional
adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan
Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur
ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri
yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh,
serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang
atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran
pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang
peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif
serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana
yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di
atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Perindustrian;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),
Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1960 tentang
Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234);
Dengan
persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala
kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian
utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu
kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu
cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan
kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri
yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri
yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat
produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada
proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah
teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai
tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi
menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah
penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan
dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian
lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber
daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat,
dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah
bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan
serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara
aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan
Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas
nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan
strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan
oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang
lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan
sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri
oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan
dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan
industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan
proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang
atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri
dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri
yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha
industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha
industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa,
peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan
jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri
baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait
dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri
dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil
produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal
industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata
cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan
dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk
pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan
pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan
bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan
teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia
dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri
yang diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri,
Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri
yang diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi
industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi
pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang
ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta
untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan
upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya
kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan
pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam
kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai
bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan
hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan
desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin
Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan
penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan
tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal
29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
SUDHARMONO,
S.H.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
UMUM
Garis‑Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran
utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai
dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara
pertanian dan industri serta perubahan‑perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian
akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung
ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus
menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan
rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan
sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang
sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan
saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga
mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi
pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil‑hasil
industri itu sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat
hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas‑luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang‑Undang tentang
Perindustrian ini disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama
apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan‑peraturan
yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini
dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi
tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak
berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang‑Undang ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas‑luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang‑
Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak
atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang‑Undang Dasar 1945 dan Garis‑Garis Besar Haluan
Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi,
termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem
"free fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang‑Undang ini upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana
pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Dalam hal ini, Undang‑Undang ini secara tegas menyatakan
bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada
hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat.
Bahwa Undang‑Undang ini menentukan cabang‑cabang
industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi
daripada demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha
industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri
yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat
tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat
seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar
dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya‑upaya dan dengan terciptanya iklim usaha
sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan
kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula.
Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun
besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini,
tetapi Undang‑Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan
keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup
manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu‑satunya tujuan yang
ingin dicapai pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan
tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang‑Undang
ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka
pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam
secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun
harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian,
maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup
jelas.
Angka 2
Cukup
jelas.
Angka 3
Cukup
jelas.
Angka 4
Cukup
jelas.
Angka 5
Cukup
jelas.
Angka 6
Cukup
jelas.
Angka 7
Cukup
jelas.
Angka 8
Cukup
jelas
Angka 9
Cukup
jelas.
Angka
10
Cukup
jelas.
Angka
11
Cukup
jelas.
Angka
12
Cukup
jelas.
Angka
13
Cukup
jelas.
Angka
14
Cukup
jelas.
Angka
15
Cukup
jelas.
Angka
16
Cukup
jelas.
Angka
17
Cukup
jelas.
Angka
18
Cukup
jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam
penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada :
a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa
pelaksanaan pembangunan industri dilakukan dengan sebesar mungkin
mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara merata,
baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan menghindarkan
sistem "free fight liberalism", sistem "etatisme", dan
pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat;
b. kepercayaan pada diri sendiri, yaitu
bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan industri harus berlandaskan
dan sekaligus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
c. manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan
pembangunan industri dan hasil‑hasilnya harus dapat dimanfaatkan
sebesar-besarya bagi kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan rakyat;
d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu
bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap harus dilakukan dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber
daya alam;
e. pembangunan bangsa harus berwatak
demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang makin nyata terhadap demokrasi
ekonomi itu sendiri.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Ayat
(1)
Cabang‑cabang
industri tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan strategis bagi
negara, dan yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain karena :
a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok
bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
b. mengolah suatu bahan mentah strategis
c. dan/atau berkaitan langsung dengan
kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Yang
dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa cabang‑cabang
industri dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan Pemerintah mempunyai
kewenangan untuk mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam
rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta ketahanan
nasional.
Sehubungan
dengan pertimbangan‑pertimbangan di atas, maka cabang‑cabang industri tersebut
dapat ditetapkan untuk dimiliki ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat
(1)
Kelompok
industri kecil, termasuk yang menggunakan proses modern, yang menggunakan
ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan benda‑benda seni seperti
industri kerajinan, yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada
umumnya diusahakan oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh
sebab itu industri ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan
untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau perluasan bidang usaha industri
yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam negeri maupun modal asing
dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman modal yang boros serta timbulnya
persaingan yang tidak jujur dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri,
dan sebaliknya mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat. Melalui
pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli
yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya
yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas‑
luasnya terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan
iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan bidang
usaha industri ini, pada dasarnya berada pada Pemerintah.
Oleh karenanya, adalah wajar
bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui
kegiatan pengaturan yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan
pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan
oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang ini,
dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur
industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk
mewujudkan perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu dikerahkan
dan dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang tersedia.
Bersamaan
dengan itu, tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
melalui industri ini menuntut pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan
pembangunan dan pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri
dan sumber daya alam dan manusia yang terdapat di masing‑masing daerah.
Demikian
pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai dengan
pembinaan dan pengembangan serta peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan
teknologi yang tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam
negeri maupun yang merupakan hasil‑pengalihan dari luar negeri, merupakan usaha
agar dengan sumber daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat yang
sebesar‑besarnya dari sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk
kemakmuran seluruh rakyat.
Angka 2
Untuk
terciptanya iklim yang menguntungkan dan perkembangan industri secara sehat,
serasi, dan mantap, Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan secara
menyeluruh dan terarah untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan‑perusahaan
yang melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan pemusatan atau
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli
yang merugikan masyarakat.
Dalam
rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan
seperti :
‑ informasi industri yang lengkap dan
berlanjut;
‑ kebijaksanaan perizinan yang
diarahkan untuk mengembangkan kegiatan industri;
‑ kebijaksanaan perlindungan industri
melalui pembinaan serta pengutamaan produksi dalam negeri;
‑ kebijaksanaan yang merangsang ekspor
hasil industri;
‑ kebijaksanaan perbankan dan pasar
modal yang mendukung perkembangan industri.
Angka 3
Industri
dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar memiliki
daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya
mampu bersaing dengan barang‑ barang impor di pasaran dalam negeri, dan di
pasaran internasional.
Untuk
itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam batas‑batas yang wajar dapat
memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri.
Di
lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen
dalam negeri juga tidak dirugikan.
Angka 4
Dalam
pelaksanaan pembangunan, sumber‑sumber alam harus digunakan secara rasional.
Penggalian sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata
lingkungan hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai
tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan
mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas‑luasnya
yang saling menguntungkan:
a. keterkaitan antara kelompok industri
hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil;
b. keterkaitan antara industri besar,
menengah, dan kecil dalam ukuran besarnya investasi;
c. keterkaitan
antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;
d. keterkaitan
antara industri dengan sektor‑sektor ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan
perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan kerja sama antara industri
kecil, industri menengah dan industri besar yang perlu dikembangkan sebagai
sistem kerja sama dan keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya, sistem
bapak angkat, dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka
kerja sama di antara perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat
berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat
saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama
antara perusahaan industri Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar
Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan‑perusahaan
industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan
dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah untuk mendorong
pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara lain dalam bidang
perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor
dan lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Pengecualian
untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta
investasinya kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat
berpenghasilan rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri
kerajinan.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 14
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal ini adalah data statistik
perusahaan industri yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan bagi dasar
pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri seperti yang
dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 15
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Dalam
rangka pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan, Pemerintah memberikan petunjuk‑petunjuk
pelaksanaan mengenai upaya menjamin keamanan dan keselamatan terhadap
penggunaan alat, bahan baku serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya, dengan memperhatikan pula keselamatan kerja. Adapun yang
dimaksud dengan pengangkutan adalah pengangkutan bahan baku dan hasil produksi
industri yang berbahaya.
Selain
itu perlu diawasi pula langkah‑langkah pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam.
Ayat
(3)
Pengawasan
dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses dan
hasil produksi industri adalah untuk menjamin keamanan, dan keselamatan dalam
pelaksanaan tugas teknis operasional.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 16
Ayat
(1)
Sesuai
dengan pengelompokan industri, masing‑masing kelompok industri hulu atau juga
disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir atau umum juga
menyebut aneka industri, dan kelompok industri kecil, serta dengan memperhatikan
misinya, yakni untuk pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan teknologi
yang tepat guna dapat berwujud teknologi maju, teknologi madya atau teknologi
sederhana.
Pengarahan
untuk menggunakan teknologi yang tepat guna dengan sejauh mungkin menggunakan
bahan‑bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara
keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan
pendapatan.
Ayat
(2)
Yang
dimaksud dengan Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari
luar negeri adalah pemberian data informasi teknologi industri yang menyangkut
sumber/asal teknologi, proses, lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam
menyusun pejanjian, dan lain sebagainya.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk
industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu
perusahaan industri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah suatu
larangan bagi pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain
produk industri yang telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk
memberikan rangsangan bagi terciptanya desain‑desain baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa
Indonesia terbuka kesempatan seluas‑luasnya untuk memiliki keahlian dan
pengalaman menguasai teknologi dalam perencanaan pendirian industri serta
perancangan dan pembuatan mesin pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian
perekayasaan industri adalah konsultasi dibidang perekayasaan, perekayasaan
konstruksi, perekayasaan peralatan dan mesin industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri
bertujuan, untuk menjamin serta meningkatkan mutu hasil industri, untuk
normalisasi penggunaan bahan baku dan barang, serta untuk rasionalisasi
optimalisasi produksi dan cara kerja demi tercapainya daya guna sebesar‑besarnya.
Dalam penyusunan standar industri
tersebut di atas diikutsertakan pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, Asosiasi, Balai‑balai Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen
dan pihak‑pihak lain yang berkepentingan dengan proses dalam standardisasi
industri.
Selain untuk kepentingan industri,
standardisasi industri juga perlu untuk melindungi konsumen.
Pasal 20
Ayat
(1)
Pembangunan
industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber
daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu
dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis‑jenis industri
yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
kawasan‑kawasan industri.
Rangkaian
kegiatan pembangunan industri tersebut di atas pada gilirannya akan memacu
kegiatan pembangunan sektor‑sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya antara
lain yang penting adalah terminal‑terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman
baru dan daerah pertanian baru.
Wilayah
yang dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam
rangkaian seperti tersebut di atas, yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam
rangka mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 21
Ayat
(1)
Perusahaan
industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
usaha dan proses industri yang dilakukan.
Dampak
negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan masyarakat disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah,
air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan terhadap industri perlu dilakukan dalam batas‑batas
kewenangan yang jelas sehingga pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung
seimbang dan terpadu dalam kaitannya dengan sektor‑sektor ekonomi lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah
penyerahan kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri tertentu kepada instansi tertentu dalam lingkungan Pemerintah, perlu
diatur lebih lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan
duplikasi kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri di antara instansi‑instansi Pemerintah, dan terutama dalam upaya untuk
mendapatkan hasil guna yang sebesar‑besarnya dalam pembangunan industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan
urusan mengenai bidang usaha industri tertentu dan penarikannya kembali dalam
Pasal ini adalah terutama mengenai perizinan yang dilakukan sesuai dengan asas
desentralisasi dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis
dan bertanggung jawab.
Pasal 24
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 28
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN
NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1984 YANG TELAH DICETAK ULANG
Sumber: LN 1984/22; TLN NO. 3274
3.
Tujuan
Pembangunan industri
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan
dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
b. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah
yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan
dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya,
serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
c. Meningkatkan
kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna
dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
d. Meningkatkan
keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk
pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
e. Memperluas
dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan
peranan koperasi industri;
f. Meningkatkan
penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang
bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
g. Mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka
pewujudan Wawasan Nusantara;
h. Menunjang
dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh
ketahanan nasional.
4.
Manfaat
Adanya undang-undang perindustrian
memberikan banyak manfaat bagi pelakon industri, baik perusahaan maupun
karyawan. Adapun manfaat yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Kepastian hukum bagi dunia usaha
industri dan masyarakat;
b. Keadilan dalam berusaha di bidang industri,
baik bagi pelaku maupun bagi pemerintah/negara maupun masyarakat luas;
c. Terjadinya gairah pembangunan
industri yang mampu menimbulkan dampak kemakmuran yang adil dan merata bagi
rakyat Indonesia; serta
d. Terpeliharanya keutuhan dan kesatuan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
5.
Keuntungan/Kerugian
Selain undang-undang perindustrian
yang telah dijelaskan secara garis besar tersebut ada pula hukum yang mengatur
beberapa aspek dalam dunia industri yang sering kita jumpai, diantaranya:
a.
Hukum
Outsourcing (Alih Daya) dan Ketenaga kerjaan pada perusahaa
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar
hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsource (Alih
Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa
pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai
pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting
pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.
1) Keuntungan dam Kerugian Hukum
Outsourcing bagi Perusahaan.
Keuntungan
nya antara lain:
a)
Fokus
pada kompetensi utama
Dengan melakukan outsourcing,
perusahaan dapat fokus pada core-business mereka. Hal ini dapat dilakukan
dengan memperbaharui strategi dan merestrukturisasi sumber daya (SDM dan
keuangan) yang ada.
Perusahaan akan mendapatkan
keuntungan dengan memfokuskan sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan, dengan cara mengalihkan pekerjaan penunjang diluar core-business
perusahaan kepada vendor outsourcing dan memfokuskan sumber daya yang ada
sepenuhnya pada pekerjaan strategis yang berkaitan langsung dengan kepuasan
pelanggan atau peningkatan pendapatan perusahaan.
b)
Penghematan
Melakukan outsourcing adalah peluang
untuk mengurangi dan mengontrol biaya operasional. Perusahaan yang mengelola
SDM-nya sendiri akan memiliki struktur pembiayaan yang lebih besar daripada
perusahaan yang menyerahkan pengelolaan SDM-nya kepada vendor outsourcing. Hal
ini terjadi karena vendor outsourcing bermain dengan “economics of scale”
(ekonomi skala besar) dalam mengelola SDM. Sama halnya dengan perusahaan
manufaktur, semakin banyak produk yang dihasilkan, semakin kecil biaya
per-produk yang dikeluarkan. Bagi vendor outsourcing, semakin banyak SDM yang
dikelola, semakin kecil juga biaya per-orang yang dikeluarkan.
c)
Memanfaatkan kompetensi vendor outsourcing
Karena core-business-nya dibidang
jasa penyediaan dan pengelolaan SDM, vendor outsourcing memiliki sumber daya
dan kemampuan yang lebih baik dibidang ini dibandingkan dengan perusahaan.
Kemampuan ini didapat melalui pengalaman mereka dalam menyediakan dan mengelola
SDM untuk berbagai perusahaan.
Saat menjalin kerjasama dengan
vendor outsourcing yang profesional, perusahaan akan mendapatkan keuntungan
dengan memanfaatkan keahlian vendor outsourcing tersebut untuk menyediakan dan
mengelola SDM yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Untuk perusahaan kecil, perusahaan
yang baru berdiri atau perusahaan dengan HRD yang kurang baik dari sisi jumlah
maupun kemampuan, vendor outsourcing dapat memberikan kontribusi yang besar
bagi perusahaan. Karena bila tidak ditangani dengan baik, pengelolaan SDM dapat
menimbulkan masalah dan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan, bahkan dalam
beberapa kasus mengancam eksistensi perusahaan.
d) Perusahaan
menjadi lebih ramping dan lebih gesit dalam merespon pasar
Setiap
perusahaan, baik besar maupun kecil, pasti memiliki keterbatasan sumber
daya.Denganmelakukan outsourcing, perusahaan dapat mengalihkan sumber daya yang
terbatas ini dari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat non-core dan tidak
berpengaruh langung terhadap pendapatan dan keuntungan perusahaan kepada
pekerjaan-pekerjaan strategis core-business yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan, pendapatan dan keuntungan perusahaan.
Jika dilakukan
dengan baik, outsourcing dapat membuat perusahaan menjadi lebih ramping dan
lebih gesit dalam merespon kebutuhan pasar. Kecepatan merespon pasar ini
menjadi competitive advantage (keunggulan kompetitif) perusahaan dibandingkan
kompetitor.
Setelah melakukan
outsourcing, beberapa perusahaan bahkan dapat mengurangi jumlah karyawan mereka
secara signifikan karena banyak dari pekerjaan rutin mereka menjadi tidak
relevan lagi.
e) Mengurangi
resiko
Dengan
melakukan outsourcing, perusahaan mampu mempekerjakan lebih sedikit karyawan,
dan dipilih yang intinya saja. Hal ini menjadi salah satu upaya perusahaan
untuk mengurangi resiko terhadap ketidakpastian bisnis di masa mendatang.
Jika situasi bisnis sedang bagus dan dibutuhkan lebih banyak karyawan, maka kebutuhan ini tetap dapat dipenuhi melalui outsourcing. Sedangkan jika situasi bisnis sedang memburuk dan harus mengurangi jumlah karyawan, perusahaan tinggal mengurangi jumlah karyawan outsourcingnya saja, sehingga beban bulanan dan biaya pemutusan karyawan dapat dikurangi.
Jika situasi bisnis sedang bagus dan dibutuhkan lebih banyak karyawan, maka kebutuhan ini tetap dapat dipenuhi melalui outsourcing. Sedangkan jika situasi bisnis sedang memburuk dan harus mengurangi jumlah karyawan, perusahaan tinggal mengurangi jumlah karyawan outsourcingnya saja, sehingga beban bulanan dan biaya pemutusan karyawan dapat dikurangi.
Resiko
perselisihan dengan karyawan bila terjadi PHK pun dapat dihindari karena secara
hukum hal ini menjadi tanggung jawab vendor outsourcing.
Berbekal
pengalaman yang panjang dalam melayani berbagai jenis perusahaan, vendor outsourcing
dapat meminimalisir masalah-masalah yang mungkin timbul terkait dengan
penyediaan dan pengelolaan SDM.
f) Meningkatkan
efisiensi dan perbaikan pada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya non-core
Saat ini
banyak sekali perusahaan yang memutuskan untuk mengalihkan setidaknya satu
pekerjaan non-core mereka dengan berbagai alasan.
Mereka
umumnya menyadari bahwa merekrut dan mengkontrak karyawan, menghitung dan
membayar gaji, lembur dan tunjangan-tunjangan, memberikan pelatihan,
administrasi umum serta memastikan semua proses berjalan sesuai dengan
peraturan perundangan adalah pekerjaan yang rumit, banyak membuang waktu,
pikiran dan dana yang cukup besar.
Mengalihkan
pekerjaan-pekerjaan ini kepada vendor outsourcing yang lebih kompeten dengan memberikan
sejumlah fee sebagai imbalan jasa terbukti lebih efisien dan lebih murah
daripada mengerjakannya sendiri.
Kerugian nya antara lain;
1.
Kehilangan Kontrol Manajerial
Apakah Anda menandatangani kontrak
untuk memiliki perusahaan lain melaksanakan fungsi dari seluruh departemen atau
tugas tunggal, Anda memutar pengelolaan dan pengendalian fungsi itu ke
perusahaan lain. Benar, Anda akan memiliki kontrak, tapi kontrol manajerial
akan menjadi milik perusahaan lain. perusahaan outsourcing Anda tidak akan
didorong oleh standar yang sama dan misi yang mendorong perusahaan Anda. Mereka
akan didorong untuk membuat keuntungan dari layanan yang mereka sediakan untuk
Anda dan bisnis lain seperti Anda.
2. Biaya Tersembunyi
Anda akan menandatangani kontrak
dengan perusahaan outsourcing yang akan menutupi rincian layanan yang mereka
akan menyediakan. Setiap hal yang tidak tercakup dalam kontrak akan menjadi
dasar bagi Anda untuk membayar biaya tambahan. Selain itu, Anda akan mengalami
biaya hukum untuk mempertahankan seorang pengacara untuk meninjau kontak yang
akan menandatangani. Ingat, ini adalah bisnis perusahaan outsourcing itu.
Mereka telah melakukan ini sebelumnya dan mereka adalah orang-orang yang
menulis kontrak. Oleh karena itu, Anda akan mengalami kerugian ketika
perundingan dimulai.
3. Ancaman
Keamanan dan Kerahasiaan
Kehidupan-darah setiap bisnis adalah
informasi yang terus berjalan. Jika Anda memiliki gaji, catatan medis atau
informasi rahasia lainnya yang akan dikirim kepada perusahaan outsourcing, ada
resiko bahwa kerahasiaan dapat mempengaruhi. Jika fungsi outsourcing melibatkan
perusahaan milik berbagi data atau pengetahuan (misalnya gambar produk,
formula, dll), ini harus diperhitungkan. Mengevaluasi perusahaan outsourcing
dengan hati-hati untuk memastikan data Anda dilindungi dan kontrak memiliki
klausul denda jika insiden terjadi.
4. Masalah
kualitas
Perusahaan outsourcing akan
termotivasi oleh laba. Karena kontrak akan memperbaiki harga, satu-satunya cara
bagi mereka untuk meningkatkan keuntungan adalah untuk menurunkan biaya. Selama
mereka memenuhi persyaratan kontrak, Anda akan membayar. Selain itu, Anda akan
kehilangan kemampuan untuk dengan cepat menanggapi perubahan lingkungan bisnis.
Kontrak ini akan sangat spesifik dan Anda akan membayar biaya tambahan untuk
perubahan.
5. Terikat
pada Kesejahteraan Keuangan Perusahaan lain
Karena Anda akan membalik bagian
dari operasi bisnis Anda ke perusahaan lain, sekarang Anda akan dikaitkan
dengan kesejahteraan keuangan perusahaan itu. Ini tidak akan menjadi pertama
kalinya bahwa sebuah perusahaan outsourcing bisa bangkrut dan meninggalkan Anda
memegang-kantong-.
6.
Publisitas buruk dan Ill-Will
Kata "outsourcing"
mengingatkan hal-hal yang berbeda untuk orang yang berbeda. Jika Anda tinggal
di sebuah komunitas yang memiliki perusahaan outsourcing dan mereka menggunakan
teman dan tetangga, outsourcing yang baik. Jika teman-teman dan tetangga Anda
kehilangan pekerjaan mereka karena mereka dikirim di seluruh negara bagian, di
negara atau di seluruh dunia, outsourcing akan membawa publisitas buruk. Jika
Anda Outsource bagian dari operasi Anda, moral mungkin menderita dalam angkatan
kerja yang tersisa.
a.
Keuntungan dan kerugian hukum outsourcing bagi karyawan
Keuntungan :
1) Adanya alih
daya
Pekerja outsourcing akan menggunakan seluruh kemampuanya
dalam bekerja. Dengan adanya outsourcing maka mereka akan mendapatkan suatu
ketrampilan yang belum mereka miliki sebelumnya dan jika telah memiliki
kemampuan tersebut maka pekerja akan menambah kemampuan mereka dengan bekerja
di outsourcing. Pekerjaan tersebut akan menjadi lebih bermanfaat jika
pekerjanya mampu menerapkan ilmu yang mereka dapat dari perusahaan penerima.
Kemudian mereka mengembangkan ketrampilan tersebut untuk menambah daya saing
dalam meraih lapangan pekerjaan.
2) Kemudahan dalam mencari kerja
Sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, dengan adanya
outsourcing akan membantu tenaga kerja yang belum bekerja, untuk disalurkan
kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga dari perusahaan
outsourcing tersebut.
Kerugian :
1. Keberlanjutan mendapatkan pekerjaan yang tidak
pasti
Perusahaan outsourcing hanya mampu
menampung para pekerja yang mengikatkan diri pada perusahaan outsourcing
mereka, namun tidak serta merta mereka langsung dijadikan pekerja tetap dari
satu perusahaan. Penugasan mereka menunggu permintaan dari perusahaan yang akan
menerima mereka bekerja.
2. Sistem kontrak
Dengan sistim kontrak, akan
menyulitkan mereka dalam menentukan masa depan. Sistem kontrak akan berjalan
sesuai dengan tanggal berlaku atau masa berlaku sesuai dengan yang
diperjanjikan awal. Maka dari itu kontrak tidak memberikan jaminan bagi
kehidupan pekerja outsorcing dimasa datang.
3. Tidak adanya serikat pekerja
Tidak adanya serikat pekerja,
membuat pekerja akan kesusahan di saat terjadi perselisihan baik antara
perusahaan dan pekerja, maupun antara pekerja dengan pekerja. Mereka hanya
mengandalkan atasan dan HRD sebagai penengah dalam penyelesaiaan perselisihan
tersebut
2. Hukum yang Mengatur Tentang Izin Industri
Setiap pendirian Perusahaan Industri
wajib memiliki Izin Usaha Industri (IUI), kecuali bagi Industri Kecil. Industri
Kecil wajib memiliki Tanda Daftar Industri (TDI), yang diberlakukan sama dengan
IUI. Jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp.
200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memiliki
IUI. IUI diberikan sepanjang jenis industri dinyatakan terbuka atau terbuka
dengan persyaratan untuk penanaman modal sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha
Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal dan atau perubahannya.
Pemberian IUI dilakukan melalui
persetujuan prinsip atau tanpa persetujuan prinsip. IUI tanpa persetujuan
prinsip diberikan kepada perusahaan industri yang berlokasi di Kawasan
Industri/Kawasan Berikat dan jenis industrinya tercantum dalam Surat Keputusan
Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 dan atau perubahannya. IUI melalui
persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri yang berlokasi di luar
Kawasan Industri/Kawasan Berikat, jenis industrinya tidak tercantum dalam Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 dan atau
perubahannya, jenis industrinya tercantum dalam Lampiran I huruf G
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 dan atau
perubahannya, dan atau lokasi industrinya berbatasan langsung dengan kawasan
lindung sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 dan atau perubahannya.
IUI berlaku sebagai izin gudang/izin
tempat penyimpanan bagi gudang/tempat penyimpanan yang berada dalam kompleks
usaha industri yang bersangkutan, yang digunakan untuk menyimpan peralatan,
perlengkapan, bahan baku, bahan penolong dan barang/bahan jadi untuk keperluan kegiatan
usaha jenis industri yang bersangkutan
a. Keuntungan dan Kerugian Izin Industri Bagi Perusahaan
Keuntungannya adalah:
1) Sarana
Perlindungan Hukum
Dengan kepemilikan izin usaha,
seorang pengusaha telah sedini mungkin menjauhkan kegiatan usahanya dari
tindakan pembongkaran dan penertiban. Hal tersebut berefek memberikan rasa aman
dan nyaman akan keberlangsungan usahanya. Legalisasi merupakan sarana yang
pemerintah sediakan agar kenyamaan dalam melakukan kegiatan usaha dirasakan
oleh para pelakunya.
2) Sarana
Promosi
Dengan mengurus dokumen-dokumen
hukum tentang kegiatan usaha, secara tidak langsung pengusaha telah melakukan
serangkaian promosi. Mengapa demikian? Pencatatan izin usaha dilakukan beberapa
tahapan lokasi, pertama melalui kantor kelurahan atau kantor kecamatan dst.
Dengan sendiri komunikasi terbizin usaha sebagai perlindungan hukumangun
antara pengusaha dan pertugas tersebut, hal tersebut tentunya menjadi ajang
promosi secara individu. Setelah izin usaha dan dokumen-dokumen lainya telah
selesai, promosi secara inventaris dan administratif mulai dapat dilakukan.
Sebagai usaha yang telah terdaftar dalam lembaga pemerintahan yang menaungi
jenis usaha maka setiap orang dapat mengakses data-data tersebut.
3) Bukti Kepatuhan
Terhadap Hukum
Dengan memiliki unsur legalitas
tersebut menandakan bahwa pengusaha telah mematuhi aturan-aturan hukum yang
berlaku. Dengan mematuhi hukum yang berlaku, secara tidak langsung ia telah
menegakkan budaya disiplin pada diri. Kepatuhan pengusaha tersebut merupakan
bentuk paling terkecil dari tindakan yang dapat dilakukan terhadap negara dan
pemerintahan.
4) Mempermudah
Memperoleh Proyek
Seorang pengusaha tentunya
menginginkan kegiatan usaha yang dijalani mengalami kemajuan. Ada beberapa
jenis usaha seperti misalnya usaha bidang produksi atau developer perumahan
tidak terlepas dari proses pemenangan tender suatu proyek, baik dari perusahaan
swasta maupun pemerintah. Dalam suatu tender, mensyaratkan bahwa para peminat
harus memiliki dokumen-dokumen hukum. Tentunya unsur-unsur legalitas yang
terkait dengan kepemilikan suatu badan usaha guna mengikuti pelelangan suatu
sarana perlindungan hukumtender. Kepemilikan dokumen legal tersebut menduduki
posisi pertama. Dengan demikian izin usaha memiliki arti penting bagi suatu
usaha. Pada intinya izin usaha dapat dijadikan sebagai sarana untuk
pengembangan usaha.
5) Mempermudah
Pengambangan Usaha
Apabila suatu usaha /bisnis yang
dirintis telah mencapai perkembangan yang signifikan, aliran modal dan
keuntungan telah mengalir. Konsumen semakin bertambah dan mulai berkembang
menjadi langganan yang fanatik. Kondisi demikian dapat dikatakan bahwa usaha
tersebut memiliki prospek yang bagus di masa depan. Kondisi seperti itu
tampaknya sangat tepat untuk ditindaklanjuti dengan suatu ekspansi kekuatan
pendukung. Misalnya, membuka cabang-cabang usaha di beberapa daerah. Dengan
kondisi seperti itu, tentunya memerlukan ketersedian dana segar un tuk
merealisasikan keinginan tersebut. Solusinya, meminjam sejum lah dana kepada
bank. Namun, tanpa kelengkapan surat izin usaha dan dokumen penting lain,
tampaknya modal akan sulit didapatkan dari lembaga keuangan/bank.
Kerugian surat izin industri sendiri
bagi perusahaan hanyalah pada prosesnya yang sedikit rumit. Sedangkan bagi
karyawan surat izin ini memberikan keuntungan berupa rasa ama karena bekerja
pada perusahaan yang legal dan diakui oleh negara.
Sumber:
6.
Studi
Kasus
Pabrik
yang memproduksi minuman keras (miras) jenis "Celebes dan Radja`s"
ternyata tidak mengantongi izin usaha industri."Hasil penyidikan dilakukan
kepolisian, pabrik tersebut tidak memiliki izin usaha industri yang dikeluarkan
instansi terkait’, kata Kapolda Sulut Brigjen Bekto Suprapto, kepada wartawan,
Kamis di Manado terkait penanganan kasus tewasnya dua mahasiswa di Manado yang
diduga akibat mengkonsumsi miras tersebut.
Secara
terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulut, AKBP Benny Bella mengatakan, hasil
penyidikan kepolisian, kedua jenis miras tersebut mengandung metanol yang
membahayakan bagi tubuh manusia. Kedua jenis miras tersebut diproduksi PT
Sumber Jaya Makmur, dan produk Radja`s merupakan minuman beralkohol golongan B
dengan kadar 14,5% sementara Celebes minuman beralkohol golongan C dengan kadar
25,1%.
Dalam
penanganan kasus ini, kepolisian telah menetapkan seorang tersangka yakni ML
alias Maria yang merupakan pemilik pabrik miras jenis "Celebes dan
Raja"s tersebut. Tersangka itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto
Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan.
Sebelumnya,
dua mahasiswa salah sebuahperguruan tinggi di Manado, masing-masing AT
alias Astridan dan RS alias Rocky tewas diduga setelah mengkonsumsi miras
tersebut di "Marcopolokafe" dan "Java kafe". Selain itu
terdapat dua orang lainnya mengalami gejala kebutaan serta delapan orang
mengalami gangguan kesehatan seperti mual-mual dan pusing sehingga harus
mendapatkan perawatan intensif dari dokter.
Menurut
UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1
berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industry baru maupun setiap perluasannya
wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. PT. Sumber Jaya Makmur tersebut elas
telah melanggar undang-undang perindustrian. Sanksi terhadap pelanggaran oleh
perusahaan tersebut sebagaimana tertulis dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24
ayat 1, yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat
(1) dipidana penjara selama-lamanya 5(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan
Izin Usaha Industrinya.
Sumber:
Pendapat Penulis:
Undang-undang perindustrian di Indonesia dapat mempermudah
sebuah perusahaan dalam melakukan usahanya di bidang industri. Dengan begitu
juga akan mempermudah pelaku bisnis yang belum berpengalaman untuk membuat
serta mengembangkannya terutama di dunia industri. Akan tetapi hokum tersebut
disamping ada kelebihan terdapat juga kekurangan yang merugikan salah satu
pelaku usaha yaitu buruh seperti hukum outsorcing dan ketenaga kerjaan yang
kerap dipakai perusahaan untuk merekrut pegawai. Jika dilihat ini sangat menguntungkan
untuk perusahaan, akan tetapi ada beberapa aspek yang malah merugikan para
karyawannya.
Diharapkan banyaknya perbaikan untuk undang-udang
perindustrian agar meminimalisir kerugian salah satu pihak agar adil. Sebaiknya
pemerintah memperhatikan dan mempertimbangkan secara masak-masak untuk
perbaikan agar maksimal dalam pengaplikasiannya dalam dunia nyata, dan lancer serta
agar banyak mendapat manfaat untuk pelaku bisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar